Wednesday, March 20, 2013

KLAIM BUDAYA


PENDIDIKAN PANCASILA

 

KLAIM BUDAYA

 

Dosen Pengampu: Tri Sulistyono

 

 

Disusun oleh:

 
M. Rizky Hafidzan L.
Indra Abintya R.
Adi Prabowo N.
Siti Khotijah
Eka Lutfiyatun

 

 

 

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SEMARANG

2012


BAB I

PENDAHULUAN

 

Seperti yang kita tahu, beberapa waktu yang lalu masyarakat Indonesia telah dikejutkan oleh  kasus pengklaiman karya anak bangsa oleh negara lain. Mulai dari karya seni maupun prosuk-produk buatan asli Indonesia. Klaim menurut  Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah tuntutan pengakuan bahwa seseorang berhak memiliki atas sesuatu.

Masih jelas dalam ingatan bangsa Indonesia, saat Malaysia mengklaim bahwa batik adalah hasil budaya mereka. Bahkan di dunia seni pun lagu sayang-sayange dan kesenian Reog Ponorogo diklaim sebagai milik mereka. Yang tidak kalah mengejutkan adalah pengakuan angklung sebagai budaya Malaysia. Sedangkan kita jelas tahu kalau angklung telah menjadi ciri khas Sunda. Belum hilang ingatan tentang kasus tersebut, Indonesia sekali lagi dikejutkan dengan kasus pengklaiman Tari Pendet yang merupakan identitas Bali.

Perlu kita tahu bahwa negara lain tidak akan mengklaim budaya kita, kalau kita sendiri juga sudah menjaganya dengan baik. Kebanyakan dari kita marah hanya pada waktu pihak lain sudah menggembor-gemborkan budaya kit asebagai milik mereka. Padahal, kita sendirilah yang terkesan tidak peduli dengan budaya yang kita miliki. Sekarang bagaiman atugas kita untuk bisa menjaga semua yang kita miliki agar kejadian serupa tidak sampai terulang lagi.

Dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai karya Indonesia yang diklaim oleh negara tetangga, salah satunya adalah Tari Pendet. Selain itu, kami juga akan membahas bagaimana agar kejadian klaim budaya tidak terulang lagi.


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.      Sekilas Tentang Tari Pendet

Tari Pendet ini adalah tarian khas Bali yang digunakan untuk menyambut tamu dari luar Bali, seperti tarian ala Hawaii untuk menyambut tamunya yang datang ke Hawaii. Tari ini sudah dikenal sejak tahun 1950 sebagai tarian khas Bali dan menjadi daya tarik sendiri bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke Pulau Dewata tersebut.

Tarian ini diciptakan oleh seniman Bali, I Nyoman Kaler . Tari pendet menceritakan tentang turunnya dewi-dewi khayangan. Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura, tempat ibadat umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius.Meskipun tarian ini tergolong tarian wali, namun berbeda dengan tarian upacara lain.

Tarian upacara lain biasanya memerlukan penari khusus dan terlatih, sedangkan tari pendet bisa dilakukan oleh siapapun. Baik yang sudah terlatih maupun yang masih wam dan dapat dilakukan oleh semua gender. Pada dasarnya dalam Tari Pendet, para gadis muda hanya mengikuti gerakan dari paenari perempuan senior di depannya yang mengerti tanggung jawab dalam memberikan contoh yang baik.

 

B.       Kasus Klaim Malaysia Terhadap Tari Pendet

Tari Pendet penyambutan yang dimodifikasi dari tari pende sacral sempat diklaim oleh Negara tetangga, Malaysia, sebagai bagian dari budayanya. Kejadian ini sempat memanaskan hubungan antara Indonesia dan Malaysia yang notabene masih dalam satu rumpun. Menurut sejarah, tari pendet telah mengakar dalam budaya Bali. Teri Pendet merupakan salah satu tarian yang paling tua di antara tari-tari yang ada di Pulau Dewata.

Kasus klaim ini mulai mencuat ke permukaan saat promo wisata Malaysia yang dibuat oleh Discovery Channel menggunakan Tari Pendet sebagai ikon budaya mereka. Bahkan, sebelum itu Singapura juga menggunakan gambar dan video karya budaya Indonesia termasuk wayang dan tari pendet. mengetahui tari Bali itu diklaim oleh negara tetangga kita itu,Tentu saja warga Bali sangat terkejut dan langsung memprotes negara tersebut agar meminta maaf kepada warga Bali khusunya. Indonesia sendiri juga telah mengajukan surat teguran agar Negara tetangga kita itu tidak asal mengklaim dan harus meminta maaf terhadap warga Indonesia khususnya bali selain itu jika ingin menampilkan kebudayaan orang lain harus sesuai dengan aturan dan meminta Ijin terhadap negara yang bersangkutan dalam hal ini Indonesia. Indonesia sendiri memang sewajarnya dimaklumi karena kita yang beraneka ragam suku maka muncul berbagai keragaman yang begitu banyak sehingga rawan dengan pencurian karya budaya.

Namun, jika kita kaji kembali masalah ini, kita akan menemukan bahwa sebenarnya masalah ini timbul karena kita sebagai masyarakat Indonesi atidak bisa menjaga budaya kita sendiri dengan baik. Kita terlalu sibuk denga urusan pribadi sehingga tidak mempedulikan apa yang ada disekitar kita. Selain itu hal ini juga semakin parah dengan kekuatan dan kemampuan ini justru pemerintah minim, bahkan hampir absen, peran dan perhatiannya sehingga bukan saja proses dan kerja kebudayaan mengalami disorientasi secara kolektif, pemerintah pun mengalami krisis karena kehilangan otoritasnya dalam kerja dan proses itu. Krisis ini pula yang akhirnya menjawab pertanyaan kita belakangan ini.

Dalam hal ini, Tali-menali dengan persoalan lain di bidang ekonomi, politik, hukum, pendidikan, dan sebagainya, kenyataan itu menciptakan kekecewaan publik yang dalam bobot tertentu menghancurkan wibawa kebudayaan pemerintah. Kekecewaan itu seperti mendapat justifikasi saat masyarakat melihat kenyataan bagaimana kini pemerintahan mudah dipengaruhi atau dibawa arus besar politik dan ekonomi global. Tanpa resistensi atau semacam tawaran alternatif.

Malaysia pun hadir sebagai penyebab saat dalam upayanya mencapai kedigdayaan politis, sebagaimana kesejahteraan ekonomis yang diraihnya. Mereka mencoba menggoyahkan otoritas politik Indonesia yang begitu dominan di ASEAN. Berawal dari ”kemenangan besar” merebut Sipadan dan Ligitan, Malaysia mengusik wibawa politik Indonesia bukan cuma di soal kesenian, tetapi juga di Ambalat, di masalah perbatasan, pencurian kayu dan ikan, TKW, hingga simbol-simbol sakral dunia politik, seperti lagu kebangsaan.

Hasilnya, Pemerintah Indonesia seperti kehilangan akal, rapuh dan lapuk harga dirinya. Jalur-jalur diplomatik, militer, atau intelijen seperti mati-angin dalam mengatasinya. Saat media mengangkatnya ke permukaan, kekecewaan itu mengeras menjadi kemarahan publik.

C.       Upaya Pencegahan Klaim Budaya Indonesia

Seyogianya, kasus klaim budaya bisa menjadi semacam pembelajaran. Bangsa dan negara ternyata tidak cukup dan tidak akan selesai hanya pada parsial politis, ekonomis, atau teknologis saja. Kebudayaan terbukti menjadi fundamen yang meneguhkan semua sukses itu. Tanpanya, semua sukses itu akan mengapung, menjadi artifisial, bahkan ilusif di banyak bagian.

Oleh karena itu sudah sepantasnya kita melakukan hal yang terbaik untuk menjaga semua aset bangsa, sehingga hal serupa tidak terulang. Kita seharusnya tidak hanya marah ataupun menyalahkan pihak lain, tetapi lebih kepada instropeksi diri apakan kita sudah menjaga dan melestarikan apa yang kita punya. Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa kita dan pemerintah lakukan untuk mencegah kasus klaim budaya terulang lagi.

a.     Labih mencintai produk dalam negeri. Seriring dengan maraknya isu globalisasi, hasil karya anak bangsa sering sekali tergeser posisinya oleh tradisi Negara asing. Sebagai contoh dalam hal seni saja, remaja Indonesia lebih senang mempraktekan tarian modern dari negara lain daripada tarian negeri sendiri. Alhasil, kita tidak tahu apa saja kesenian yang kita punya dan Negara lain dengan mudah bisa mengakui itu sebagai milik mereka.

b.    mendata setiap budaya dan Karya anak bangsa agar nantinya dapat diselamtkan dan kalupun bisa dipatenkan. Ini merupakan tugas berat yang harus diemban oleh Departemen Pariwisata dan Budaya demi menyelamatkan Budaya Sendiri dari kasus klaim yang terjadi seperti sekarang ini.
Saat ini baru Keris dan wayang yang telah dipatenkan selain itu Yang diajukan adalah Angklung, Batik dan dibelakang masih menunggu Ratusan karya budaya bangsa yang ingin sekali dipatenkan.

c.     Selain itu cara yang paling efisien dalam menjaga budaya sendiri adalah dengan terus melestarikannya dan jangan sampai kita lupa akan budaya khas dari daerah kita dan malah berpindah kebudaya luar yang tidak menunjukan ketimuran kita.Sebagai negara yang bebas menerima pengaruh dari luar kita harus menyaring apakah budaya itu cocok bagi kita apa tidak sehingga Budaya asli kita tetap bertahan dan beriringan dengan budaya modern.
Oleh Karena itu disinilah peran terbesar generasi muda kita untuk terus mengembangkan dan melestarikan potensi dan budaya asli kita. Kita bisa melakukannya melaui jalur pendidikan dengan mengajarkan muatan lokal kepada peserta didik. Sehingga mereka tidak melupakan akar-akar budaya Indonesia yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita.

d.    Meningkatkan nasionalisme di antara masyarakat Indonesia. Dengan adanya nasionalisme kita akan punya rasa memiliki. Hal ini tentu saja bisa terlaksana melalui pendidikan pancasila yang berakar pada cultural asli Indonesia.

BAB III

PENUTUP

 

Sebenarnya kasus klaim budaya terjadi adalh karena kelalaian kita dalam menjaga apa yang sudah menjadi milik kita. Kita terlalu sibuk dengan urusan pribadi. Pemerintah juga terkesan lebih mementingkan urusan ekonomi dan politik yang memang masih lemah, namun mereka melupakan masalah kebudayaan yang sungguh sangat rentan . akibatnya banyak budaya yang belum dipatenkan malah diakui oleh negara lain sebagai miliknya. Bahkan, sebuah museum di Paris dan Barcelona pun menjadikan gamelan sebagai ikon utamanya. Hal ini menunjukkan betapa lemahnya pemerintah dalam menangani masalah kebudayaan. Selain itu masyarakat yang acuh tak acuh juga menjadi salah satu faktor penyebabnya.

Untuk menghindari hal serupa terjadi lagi, bisa dimulai dari diri kita sendiri dengan cara mencintai produk dalam negeri dan melestarikan budaya yng dimiliki. Pemerintah juga bisa ikut andil dalam mendata semua karya dan budaya yang dimiliki untuk bisa dipatenkan dan lebih tegas dalam penanganan pendidikan pancasila untuk generasi muda agar timbul rasa nasionalisme dalam diri mereka serta pendidikanmuatan lokal yang tidak boleh dilupakan. Jika hal into bisa terealisasi tentunya kasus klaim budaya tidak akan mencuat lagi.


 

DAFTAR PUSTAKA

Ahira, Anne. (2009). www.anneahira.com/tari-pendet.htm. Tari Pendet. Diakses tanggal 19 Maret 2012.

Administrator. (2009). http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/09/08/20/70403-malaysia-klaim-tari-pendet-bali.  Malaysia Meng-klaim Tari Pendet Bali. Diakses tanggal 19 Maret 2012

No comments:

Post a Comment