PENDIDIKAN PANCASILA
KLAIM BUDAYA
Dosen Pengampu: Tri Sulistyono
Disusun oleh:
M. Rizky Hafidzan L.
Indra Abintya R.
Adi Prabowo N.
Siti Khotijah
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Seperti yang kita tahu, beberapa waktu yang lalu masyarakat
Indonesia telah dikejutkan oleh kasus
pengklaiman karya anak bangsa oleh negara lain. Mulai dari karya seni maupun
prosuk-produk buatan asli Indonesia. Klaim menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah
tuntutan pengakuan bahwa seseorang berhak memiliki atas sesuatu.
Masih jelas dalam ingatan bangsa Indonesia, saat Malaysia mengklaim
bahwa batik adalah hasil budaya mereka. Bahkan di dunia seni pun lagu
sayang-sayange dan kesenian Reog Ponorogo diklaim sebagai milik mereka. Yang
tidak kalah mengejutkan adalah pengakuan angklung sebagai budaya Malaysia.
Sedangkan kita jelas tahu kalau angklung telah menjadi ciri khas Sunda. Belum
hilang ingatan tentang kasus tersebut, Indonesia sekali lagi dikejutkan dengan
kasus pengklaiman Tari Pendet yang merupakan identitas Bali.
Perlu kita tahu bahwa negara lain tidak akan mengklaim budaya kita,
kalau kita sendiri juga sudah menjaganya dengan baik. Kebanyakan dari kita
marah hanya pada waktu pihak lain sudah menggembor-gemborkan budaya kit
asebagai milik mereka. Padahal, kita sendirilah yang terkesan tidak peduli
dengan budaya yang kita miliki. Sekarang bagaiman atugas kita untuk bisa
menjaga semua yang kita miliki agar kejadian serupa tidak sampai terulang lagi.
Dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai karya Indonesia yang
diklaim oleh negara tetangga, salah satunya adalah Tari Pendet. Selain itu,
kami juga akan membahas bagaimana agar kejadian klaim budaya tidak terulang
lagi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sekilas
Tentang Tari Pendet
Tari
Pendet ini adalah tarian khas Bali yang digunakan untuk menyambut tamu dari
luar Bali, seperti tarian ala Hawaii untuk menyambut tamunya yang datang ke
Hawaii. Tari ini sudah dikenal sejak tahun 1950 sebagai tarian khas Bali dan
menjadi daya tarik sendiri bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara yang
berkunjung ke Pulau Dewata tersebut.
Tarian
ini diciptakan oleh seniman Bali, I Nyoman Kaler . Tari pendet menceritakan
tentang turunnya dewi-dewi khayangan. Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan
di pura,
tempat ibadat umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan
penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring
perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi
"ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius.Meskipun tarian ini tergolong tarian wali, namun berbeda dengan
tarian upacara lain.
Tarian
upacara lain biasanya memerlukan penari khusus dan terlatih, sedangkan tari
pendet bisa dilakukan oleh siapapun. Baik yang sudah terlatih maupun yang masih
wam dan dapat dilakukan oleh semua gender. Pada dasarnya dalam Tari Pendet,
para gadis muda hanya mengikuti gerakan dari paenari perempuan senior di
depannya yang mengerti tanggung jawab dalam memberikan contoh yang baik.
B.
Kasus
Klaim Malaysia Terhadap Tari Pendet
Tari Pendet penyambutan yang dimodifikasi dari tari pende sacral
sempat diklaim oleh Negara tetangga, Malaysia, sebagai bagian dari budayanya.
Kejadian ini sempat memanaskan hubungan antara Indonesia dan Malaysia yang
notabene masih dalam satu rumpun. Menurut sejarah, tari pendet telah mengakar
dalam budaya Bali. Teri Pendet merupakan salah satu tarian yang paling tua di
antara tari-tari yang ada di Pulau Dewata.
Kasus klaim ini mulai mencuat ke permukaan saat promo wisata
Malaysia yang dibuat oleh Discovery Channel menggunakan Tari Pendet sebagai
ikon budaya mereka. Bahkan, sebelum itu Singapura juga menggunakan gambar dan
video karya budaya Indonesia termasuk wayang dan tari pendet. mengetahui tari
Bali itu diklaim oleh negara tetangga kita itu,Tentu saja warga Bali sangat
terkejut dan langsung memprotes negara tersebut agar meminta maaf kepada warga
Bali khusunya. Indonesia sendiri juga telah mengajukan surat teguran agar
Negara tetangga kita itu tidak asal mengklaim dan harus meminta maaf terhadap
warga Indonesia khususnya bali selain itu jika ingin menampilkan kebudayaan
orang lain harus sesuai dengan aturan dan meminta Ijin terhadap negara yang
bersangkutan dalam hal ini Indonesia. Indonesia sendiri memang sewajarnya
dimaklumi karena kita yang beraneka ragam suku maka muncul berbagai keragaman
yang begitu banyak sehingga rawan dengan pencurian karya budaya.
Namun, jika kita kaji kembali masalah ini, kita akan menemukan
bahwa sebenarnya masalah ini timbul karena kita sebagai masyarakat Indonesi
atidak bisa menjaga budaya kita sendiri dengan baik. Kita terlalu sibuk denga
urusan pribadi sehingga tidak mempedulikan apa yang ada disekitar kita. Selain
itu hal ini juga semakin parah dengan kekuatan dan kemampuan ini justru
pemerintah minim, bahkan hampir absen, peran dan perhatiannya sehingga bukan
saja proses dan kerja kebudayaan mengalami disorientasi secara kolektif,
pemerintah pun mengalami krisis karena kehilangan otoritasnya dalam kerja dan
proses itu. Krisis ini pula yang akhirnya menjawab pertanyaan kita belakangan
ini.
Dalam hal ini, Tali-menali dengan
persoalan lain di bidang ekonomi, politik, hukum, pendidikan, dan sebagainya,
kenyataan itu menciptakan kekecewaan publik yang dalam bobot tertentu
menghancurkan wibawa kebudayaan pemerintah. Kekecewaan itu seperti mendapat
justifikasi saat masyarakat melihat kenyataan bagaimana kini pemerintahan mudah
dipengaruhi atau dibawa arus besar politik dan ekonomi global. Tanpa resistensi
atau semacam tawaran alternatif.
Malaysia pun hadir sebagai penyebab saat
dalam upayanya mencapai kedigdayaan politis, sebagaimana kesejahteraan ekonomis
yang diraihnya. Mereka mencoba menggoyahkan otoritas politik Indonesia yang
begitu dominan di ASEAN. Berawal dari ”kemenangan besar” merebut Sipadan dan
Ligitan, Malaysia mengusik wibawa politik Indonesia bukan cuma di soal
kesenian, tetapi juga di Ambalat, di masalah perbatasan, pencurian kayu dan
ikan, TKW, hingga simbol-simbol sakral dunia politik, seperti lagu kebangsaan.
Hasilnya, Pemerintah Indonesia seperti
kehilangan akal, rapuh dan lapuk harga dirinya. Jalur-jalur diplomatik,
militer, atau intelijen seperti mati-angin dalam mengatasinya. Saat media
mengangkatnya ke permukaan, kekecewaan itu mengeras menjadi kemarahan publik.
C.
Upaya
Pencegahan Klaim Budaya Indonesia
Seyogianya, kasus klaim budaya bisa
menjadi semacam pembelajaran. Bangsa dan negara ternyata tidak cukup dan tidak
akan selesai hanya pada parsial politis, ekonomis, atau teknologis saja.
Kebudayaan terbukti menjadi fundamen yang meneguhkan semua sukses itu.
Tanpanya, semua sukses itu akan mengapung, menjadi artifisial, bahkan ilusif di
banyak bagian.
Oleh karena itu sudah sepantasnya kita
melakukan hal yang terbaik untuk menjaga semua aset bangsa, sehingga hal serupa
tidak terulang. Kita seharusnya tidak hanya marah ataupun menyalahkan pihak
lain, tetapi lebih kepada instropeksi diri apakan kita sudah menjaga dan melestarikan
apa yang kita punya. Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa kita dan
pemerintah lakukan untuk mencegah kasus klaim budaya terulang lagi.
a.
Labih mencintai produk dalam
negeri. Seriring dengan maraknya isu globalisasi, hasil karya anak bangsa
sering sekali tergeser posisinya oleh tradisi Negara asing. Sebagai contoh
dalam hal seni saja, remaja Indonesia lebih senang mempraktekan tarian modern
dari negara lain daripada tarian negeri sendiri. Alhasil, kita tidak tahu apa
saja kesenian yang kita punya dan Negara lain dengan mudah bisa mengakui itu
sebagai milik mereka.
b.
mendata setiap budaya dan Karya
anak bangsa agar nantinya dapat diselamtkan dan kalupun bisa dipatenkan. Ini
merupakan tugas berat yang harus diemban oleh Departemen Pariwisata dan Budaya
demi menyelamatkan Budaya Sendiri dari kasus klaim yang terjadi seperti
sekarang ini.
Saat ini baru Keris dan wayang yang telah dipatenkan selain itu Yang diajukan adalah Angklung, Batik dan dibelakang masih menunggu Ratusan karya budaya bangsa yang ingin sekali dipatenkan.
Saat ini baru Keris dan wayang yang telah dipatenkan selain itu Yang diajukan adalah Angklung, Batik dan dibelakang masih menunggu Ratusan karya budaya bangsa yang ingin sekali dipatenkan.
c.
Selain itu cara yang paling
efisien dalam menjaga budaya sendiri adalah dengan terus melestarikannya dan
jangan sampai kita lupa akan budaya khas dari daerah kita dan malah berpindah
kebudaya luar yang tidak menunjukan ketimuran kita.Sebagai negara yang bebas
menerima pengaruh dari luar kita harus menyaring apakah budaya itu cocok bagi
kita apa tidak sehingga Budaya asli kita tetap bertahan dan beriringan dengan
budaya modern.
Oleh Karena itu disinilah peran terbesar generasi muda kita untuk terus mengembangkan dan melestarikan potensi dan budaya asli kita. Kita bisa melakukannya melaui jalur pendidikan dengan mengajarkan muatan lokal kepada peserta didik. Sehingga mereka tidak melupakan akar-akar budaya Indonesia yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita.
Oleh Karena itu disinilah peran terbesar generasi muda kita untuk terus mengembangkan dan melestarikan potensi dan budaya asli kita. Kita bisa melakukannya melaui jalur pendidikan dengan mengajarkan muatan lokal kepada peserta didik. Sehingga mereka tidak melupakan akar-akar budaya Indonesia yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita.
d.
Meningkatkan nasionalisme di
antara masyarakat Indonesia. Dengan adanya nasionalisme kita akan punya rasa
memiliki. Hal ini tentu saja bisa terlaksana melalui pendidikan pancasila yang
berakar pada cultural asli Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
Sebenarnya kasus klaim budaya terjadi adalh karena kelalaian
kita dalam menjaga apa yang sudah menjadi milik kita. Kita terlalu sibuk dengan
urusan pribadi. Pemerintah juga terkesan lebih mementingkan urusan ekonomi dan
politik yang memang masih lemah, namun mereka melupakan masalah kebudayaan yang
sungguh sangat rentan . akibatnya banyak budaya yang belum dipatenkan malah
diakui oleh negara lain sebagai miliknya. Bahkan, sebuah museum di Paris dan
Barcelona pun menjadikan gamelan sebagai ikon utamanya. Hal ini menunjukkan
betapa lemahnya pemerintah dalam menangani masalah kebudayaan. Selain itu
masyarakat yang acuh tak acuh juga menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Untuk menghindari hal serupa terjadi lagi, bisa dimulai dari
diri kita sendiri dengan cara mencintai produk dalam negeri dan melestarikan
budaya yng dimiliki. Pemerintah juga bisa ikut andil dalam mendata semua karya
dan budaya yang dimiliki untuk bisa dipatenkan dan lebih tegas dalam penanganan
pendidikan pancasila untuk generasi muda agar timbul rasa nasionalisme dalam
diri mereka serta pendidikanmuatan lokal yang tidak boleh dilupakan. Jika hal
into bisa terealisasi tentunya kasus klaim budaya tidak akan mencuat lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Administrator. (2009). http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/09/08/20/70403-malaysia-klaim-tari-pendet-bali. Malaysia Meng-klaim Tari Pendet Bali. Diakses
tanggal 19 Maret 2012
No comments:
Post a Comment