Pendidikan
Agama Islam
BUNGA
BANK DALAM PANDANGAN ISLAM
Disusun
Oleh:
Eka
Lutfiyatun
Heri
Hermawan
Izzatun
Nisa’
Desi
Retnosari
Abumantra
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kepada Allah SWT kerena atas berkat limpahan nikmatNYA
sehingga kami bisa menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam
tak lupa semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW,
karena beliaulah satu-satunya nabi yang membawa umat manusia dari zaman jahiliah
menuju ke zaman islamiah.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Agama Islam. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi mahasiswa
terutama sebagai penunjang dalam proses pembelajaran. Sehingga dapat memberi
kemudahan bagi mahasiswa terkait dengan pembelajaran tersebut. Selain itu kami
berharap dengan adanya penyusunan makalah ini menjadikan kami sebagai mahasiswa
yang lebih kreatif dan lebih inovatif kedepannya.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang BUNGA
BANK DALAM PANDANGAN ISLAM. kami akan memberikan pemaparan mengenai hal
tersebut secara lebih dalam. Makalah ini terbagi dalam tiga bagian besar. Pertama,
bagian pendahuluan yang menjadi pengantar sekaligus pemaparan keseluruhan
arah dari makalah ini. Kedua, bagian pembahasan atau isi. Pada bagian
ini kami akan memaparkan penjelasan mengenai bunga bank dalam pandangan Islam. Ketiga,
bagian penutup yang akan menyimpulkan secara singkat, padat, dan jelas
keseluruhan tulisan ini.
Demikian pengantar dari kami, kemi mengharapkan
saran dan kritikan yang membangun untuk makalah ini. Untuk perbaikan makalah
kami kedepannya Karena makalah ini sangatlah banyak kekurangan. Terimakasih.
Semarang,
11 Maret 2012
DAFTAR ISI
Halaman
Judul.................................................................................................... i
Kata
Pengantar.................................................................................................... ii
Halaman
Judul.................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah.......................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah................................................................................... 2
C. Tujuan..................................................................................................... 2
BAB
II ISI
A. Pengertian
Riba dan Bunga Bank........................................................... 3
B. Persamaan
Riba dan Bunga Bank........................................................... 4
C. Hukum
Bunga Bank dalam Pandangan Islam........................................ 5
D. Umat
Islam Indonesia dan Perbankan.................................................... 10
E. Dampak
Riba dan Bunga Bank.............................................................. 11
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan.............................................................................................. 13
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Sejak dekade 1960-an, perbincangan mengenai larangan riba bunga
bank semakin memanas saja. Setidaknya ada dua pendapat mendasar yang membahas
masalah tentang riba. Pendapat pertama berasal dari mayoritas ulama yang
mengadopsi dan intrepertasi para fuqaha tentang riba sebagaimana yang tertuang
dalam fiqh. Pendapat lainnya mengatakan, bahwa larangan riba dipahami sebagai
sesuatu yang berhubungan dengan adanya upaya eksploitasi, yang secara ekonomis
menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat.
Kontroversi bunga bank konvensional masih mewarnai wacana yang
hidup di masyarakat. Dikarenakan bunga yang diberikan oleh bank konvensional
merupakan sesuatu yang diharamkan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah jelas
mengeluarkan fatwa tentang bunga bank pada tahun 2003 lalu. Namun, wacana ini
masih saja membumi ditelinga kita, dikarenakan beragam argumentasi yang
dikemukakan untuk menghalalkan bunga, bahwa bunga tidak sama dengan riba.
Walaupun Al-Quran dan Hadits sudah sangat jelas bahwa bunga itu riba. Dan riba
hukumnya adalah haram.
Untuk mendudukan kontroversi bunga bank dan riba secara tepat
diperlukan pemahaman yang mendalam baik tentang seluk beluk bunga maupun dari
akibat yang ditimbulkan oleh dibiarkannya berlaku sistim bunga dalam
perekonomian dan dengan membaca tanda-tanda serta arah yang dimaksud dengan
riba dalam Al Qur’an dan Hadist. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan
mencoba mengulas tentang bunga bank dalam pandangan Islam secara lebih dalam.
B. Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
pengertian riba dan bunga bank?
2.
Apakah
sama riba dan bunga bank dalam pandangan Islam?
3.
Bagaimana
hukum riba dan bunga bank menurut pandangan Islam?
4.
Bagaimana
hubungan umat islam Indonesia dan perbankan?
5.
Apakah
dampak dari riba (bunga bank) terhadap kehidupan manusia?
C.
Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.
Agar kita
mengetahui bagaimana pengertian riba dan bunga bank.
2.
Untuk mengetahui
persamaan antara riba dan bunga bank.
3.
Untuk mengetahui
bagaimana hokum riba dan bunga bank menurut pandangan
Islam.
4.
Agar kita
mengetahui bagaimana hubungan umat Islam dan perbankan.
5.
Agar kita mengetahui
dampak dari riba (bunga bank) terhadap kehidupan
manusia.
BAB
II
ISI
A. Pengertian
Riba dan Bunga Bank
Menurut The American Heritage DICTIONARY of the English Language :
Interest is “A charge for a financial loan, usually a precentage of the
amount loaned“. Bunga adalah sejumlah uang yang dibayar atau untuk
penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau
prosentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku bunga
modal.
Asal makna “riba” menurut bahasa Arab ialah lebih (bertambah).
Adapun yang dimaksud disini menurut syara’ riba adalah akad yang terjai dengan
penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara’
atau terlambat menerimanya. Istilah riba pertama kalinya di ketahui berdasarkan
wahyu yang diturunkan pada masa awal risalah kenabian dimakkah kemungkinan
besar pada tahun IV atau awal hijriah ini berdasarkan pada awal turunya ayat
riba3. Para mufassir klasik berpendapat, bahwa makna riba disini adalah pemberian.
Berdasarkan interpretasi ini, menurut Azhari (w. 370H/980 M) dan Ibnu Mansur
(w. 711H/1331M) riba terdiri dari dua bentuk yaitu riba yang dilarang dan yang
tidak dilarang. Namun dalam kenyataannya istilah Riba hanya dipakai untuk
memaknai pembebanan hutang atas nilai pokok yang dipinjamkan. Sedangkan dalam
istilah al-Jurjani mendefinisikan riba dengan kelebihan/tambahan pembayaran
tanpa ada ganti/imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari kedua belah
pihak yang membuat akad/transaksi.
Ada beberapa pendapat diatas dalam menjelaskan riba, namun secara
umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil
atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Mengenai hal ini Allah
SWT mengingatkan dalam firmannya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bathil” (Q.S An-Nisa : 29). Dalam
kaitannya dengan ayat tersebut diatas mengenai makna al-bathil, Ibnu Al-Arabi
Al-Maliki, dalam kitabnya Ahkam Al-Qur’an (lihat syafii Anotonio), menjelaskan
: bahwa pengertian riba secara bahasa adalah tambahan (Ziyadah), namun yang
dimaksud riba dalam ayat Al-Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa
adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah”
Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual-beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek.
Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual-beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek.
B. Persamaan
Riba dan Bunga Bank
Merujuk dari penjelasan tentang pengertian riba dan bunga diatas, dapat
disimpulkan bunga sama dengan riba karena secara riil operasional di perbankan
konvensional, bunga yang dibayarkan oleh nasabah peminjam kepada pihak atas
pinjaman yang dilakukan jelas merupakan tambahan. Karena nasabah melakukan
transaksi dengan pihak bank berupa pinjam meminjam berupa uang tunai. Didalam
Islam yang namanya konsep pinjam meminjam dikenal dengan namanya Qardh (Qardhul
Hasan) merupakan pinjaman kebajikan. Dimana Allah SWT, berfirman : “Siapakah
yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”(Q. S Al-Baqarah
: 245) Pinjaman qardh tidak ada tambahan, jadi seberapa besar yang dipinjam
maka dikembalikan sebesar itu juga.
Namun, berbeda apabila akad atau transaksi tersebut mengandung
jual beli, sewa maupun bagi hasil. Jadi, Dalam transaksi simpan-pinjam dana,
secara konvensional si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga
tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam hal ini merupakan riba
yang telah diharamkan oleh Allah SWT didalam Al-Qur’an dan Hadist sebagai
berikut : “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” Q.S
Al-Baqarah : 275 dan juga dalam Hadist Rasulullah bersabda : “Jabir berkata
bahwa Rasulullah mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan
orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka
itu semuanya sama.” (H.R Muslim no. 2995 dalam kitab Al-Musaqqah)
C. Hukum
Bunga Bank dalam Pandangan Islam
Seluruh ‘ulama sepakat
mengenai keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang
tidak boleh menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada
pemiliknya, jika pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok
hartanya saja. Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman
riba dalam berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt
berfirman:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ
الرِّبا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي
يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا
إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ
وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [QS Al Baqarah (2): 275].
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. [TQS Al Baqarah (2):
279].
Di dalam Sunnah,
Nabiyullah Muhammad saw
دِرْهَمُ رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ زِنْيَةً
“Satu dirham riba yang
dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih
berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).
الرِبَا ثَلاثَةٌَ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ, وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عَرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمَ
“Riba itu mempunyai 73
pintu, sedang yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai
ibunya, dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang muslim”.
(HR Ibn Majah).
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah saw melaknat
orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang
saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim)
Di dalam Kitab
al-Mughniy, Ibnu Qudamah mengatakan, “Riba diharamkan berdasarkan Kitab,
Sunnah, dan Ijma’. Adapun Kitab, pengharamannya didasarkan pada firman Allah
swt,”Wa harrama al-riba” (dan Allah swt telah mengharamkan riba)
(Al-Baqarah:275) dan ayat-ayat berikutnya. Sedangkan Sunnah; telah diriwayatkan
dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda, “Jauhilah oleh kalian 7 perkara yang
membinasakan”. Para shahabat bertanya, “Apa itu, Ya Rasulullah?”. Rasulullah
saw menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah
kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari
peperangan, menuduh wanita-wanita Mukmin yang baik-baik berbuat zina”. Juga
didasarkan pada sebuah riwayat, bahwa Nabi saw telah melaknat orang yang
memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]
Dan umat Islam telah
berkonsensus mengenai keharaman riba.”
Imam al-Syiraaziy di dalam Kitab al-Muhadzdzab menyatakan; riba merupakan perkara yang diharamkan. Keharamannya didasarkan pada firman Allah swt, “Wa ahall al-Allahu al-bai` wa harrama al-riba” (Allah swt telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba)[Al-Baqarah:275], dan juga firmanNya, “al-ladziina ya`kuluuna al-riba laa yaquumuuna illa yaquumu al-ladziy yatakhabbathuhu al-syaithaan min al-mass” (orang yang memakan riba tidak bisa berdiri, kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan setan)”. [al-Baqarah:275] Ibnu Mas’ud meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]
Imam al-Shan’aniy di dalam Kitab Subul al-Salaam mengatakan; seluruh umat telah bersepakat atas haramnya riba secara global.
Imam al-Syiraaziy di dalam Kitab al-Muhadzdzab menyatakan; riba merupakan perkara yang diharamkan. Keharamannya didasarkan pada firman Allah swt, “Wa ahall al-Allahu al-bai` wa harrama al-riba” (Allah swt telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba)[Al-Baqarah:275], dan juga firmanNya, “al-ladziina ya`kuluuna al-riba laa yaquumuuna illa yaquumu al-ladziy yatakhabbathuhu al-syaithaan min al-mass” (orang yang memakan riba tidak bisa berdiri, kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan setan)”. [al-Baqarah:275] Ibnu Mas’ud meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]
Imam al-Shan’aniy di dalam Kitab Subul al-Salaam mengatakan; seluruh umat telah bersepakat atas haramnya riba secara global.
Di dalam Kitab
I’aanat al-Thaalibiin disebutkan; riba termasuk dosa besar, bahkan termasuk
sebesar-besarnya dosa besar (min akbar al-kabaair). Pasalnya, Rasulullah
saw telah melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya.
Selain itu, Allah swt dan RasulNya telah memaklumkan perang terhadap pelaku
riba. Di dalam Kitab al-Nihayah dituturkan bahwasanya dosa riba itu
lebih besar dibandingkan dosa zina, mencuri, dan minum khamer. Imam Syarbiniy
di dalam Kitab al-Iqna’ juga menyatakan hal yang sama Mohammad bin Ali
bin Mohammad al-Syaukaniy menyatakan; kaum Muslim sepakat bahwa riba termasuk
dosa besar.
Imam Nawawiy di dalam Syarh
Shahih Muslim juga menyatakan bahwa kaum Muslim telah sepakat mengenai
keharaman riba jahiliyyah secara global. Mohammad Ali al-Saayis di dalam Tafsiir
Ayat Ahkaam menyatakan, telah terjadi kesepakatan atas keharaman riba di
dalam dua jenis ini (riba nasii’ah dan riba fadlal). Keharaman
riba jenis pertama ditetapkan berdasarkan al-Quran; sedangkan keharaman riba
jenis kedua ditetapkan berdasarkan hadits shahih. Abu Ishaq di dalam Kitab
al-Mubadda’ menyatakan; keharaman riba telah menjadi konsensus, berdasarkan
al-Quran dan Sunnah.
Ulama saat ini
sesungguhnya telah ijma’ tentang keharaman bunga bank. Dalam puluhan kali
konferensi, muktamar, simposium dan seminar, para ahli ekonomi Islam dunia,
Chapra menemukan terwujudnya kesepakatan para ulama tentang bunga bank. Artiya
tak satupun para pakar yang ahli ekonomi yang mengatakan bunga syubhat atau
boleh. Ijma’nya ulama tentang hukum bunga bank dikemukaka Umer Chapra dalam
buku The Future of Islamic Econmic,( 2000). Semua mereka mengecam dan
mengharamkan bunga, baik konsumtif maupun produktif, baik kecil maupun besar,
karena bunga telah menimbulkan dampak sangat buruk bagi perekonomian dunia dan
berbagai negara. Krisis ekonomi dunia yang menyengsarakan banyak negara yang
terjadi sejak tahun 1930 s/d 2000, adalah bukti paling nyata dari dampak sistem
bunga.
Menurut Hosen dan Hasan Ali (PKES,
2008:12) beberapa alasan mengapa bunga menjadi dilarang dalam Islam,
diantaranya adalah:
1.
Bunga (interest) sebagai biaya produksi yang telah
ditetapkan sebelumnya cenderung menghalangi terjadinya lapangan kerja penuh
(full employment) (MA Khan, 1986: Ahmad, 1952: Mannan, 1986)
2.
Krisis-krisis moneter internasional terutama disebabkan oleh
institusi yang memberlakukan bunga (MA. Khan, 1986)
3.
Siklus-siklus bisnis dalam kadar tertentu dinisbahkan kepada
fenomena bunga (Ahmad, 1952: Su’ud, 1980)
4.
Teori ekonomi modern yang berbasis bunga ini belum mampu
memberikan justifikasi terhadap eksistensi bunga (Khan dan Mirakhor, 1992).
Pandangan Islam tentang Riba & Bunga Bank
Majelis ulama Indonesia (MUI),
mengeluarkan fatwa tentang bunga bank (interest/fai’dah), yaitu;
1.
Bunga (interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan
dalam transaksi pinjaman uang (al qaradh) yang diperhitungkan dari pokok
pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan
tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan
persentase.
2.
Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi
karena penagguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya
Praktek pembangunan haram hukumnya,
baik yang dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pengadaian, koperasi dan
lembaga keuangan lainnnya maupun dilakukan oleh individu. Berikut adalah ulama
dan organisasi yang mengharamkan bunga bank:
a) Pertemuan 150 Ulama’ terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam
di bulan Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati secara
aklamasi bahwa segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan
praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank.
b) Majma’al Fiqh al-Islamy, Negara-negara OKI yang diselenggarakan
di Jeddah pada tanggal 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22 Desember 1985;
c) Majma’ Fiqh Rabithah al’Alam al-Islamy, Keputusan 6 Sidang IX
yang diselenggarakan di Makkah, 12-19 Rajab 1406
d) Keputusan Dar It-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979;
e) Keputusan Supreme Shariah Court, Pakistan, 22 Desember 1999;
f) Majma’ul Buhuts al-Islamyyah, di Al-Azhar, Mesir, 1965.
g) Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Tahun 2000 yang menyatakan bahwa bunga bank tidak sesuai dengan syari’ah.
h) Keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammadiyah tahun 1968 di
Sidoarjo menyatakan bahwa sistem perbankan konvensional tidak sesuai dengan
kaidah Islam.
i) Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 1992 di Bandar
Lampung.
j) Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa
Bunga (interest/fa’idah), tanggal 22 Syawal 1424/16 Desember 2003.
k) Keputusan Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 11 Dzulqa’idah 1424/03
Januari 2004, 28 Dzulqa’idah 1424/17 Januari 2004, dan 05 Dzulhijah 1424/24
Januari 2004
D. Umat
Islam Indonesia dan Perbankan
Sistem
perbankan telah muncul di dunia Islam sejak kedatangan penjajah Barat menyerbu
ke berbagai negeri Islam. Di negeri-negeri jajahannya, mereka menerapkan sistem
ekonomi Kapitalisme yang bertumpu kepada sistem perbankan (riba). Di Indonesia
muncul bank pertama, yaitu Bank Priyayi, tahun 1846 di Purwokerto, dengan
pendirinya Raden Bei Patih Aria Wiryaatmaja dari kalangan keraton. Kemudian
secara meluas di berbagai daerah, berdiri Bank Rakyat (Volksbank); antara lain
di Garut (1898), Sumatera Barat (1899), dan Menado (1899).
Dalam menanamkan sistem perbankan ini, penjajah Belanda mendirikan Sentral Kas, tahun 1912, yang berfungsi sebagai pusat keuangan. Dari kalangan intelektual, didirikanlah Indonesische Studie Club di Surabaya tahun 1929. Kemudian Belanda, dalam menyuburkan sistem riba, mendirikan Algemene Volkscredit Bank (AVB) tahun 1934.
Dalam menanamkan sistem perbankan ini, penjajah Belanda mendirikan Sentral Kas, tahun 1912, yang berfungsi sebagai pusat keuangan. Dari kalangan intelektual, didirikanlah Indonesische Studie Club di Surabaya tahun 1929. Kemudian Belanda, dalam menyuburkan sistem riba, mendirikan Algemene Volkscredit Bank (AVB) tahun 1934.
Pada
tahun-tahun pertama setelah terusirnya pejajah Belanda dari Indonesia,
didirikanlah Yayasan Pusat Bank Indonesia tahun 1945, yang menjadi cikal bakal
Bank Indonesia sekaligus memberikan rekomendasi pendirian bank-bank yang ada.
Melalui PP No.1, tahun 1946, lahirlah Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pada tahun
yang sama, menyusul berdirinya Bank Negara Indonesia (BNI) 1946. Kemudian
jumlah bank semakin bertambah banyak. Di antaranya Bank Industri Negara (BIN,
1952), Bank Bumi Daya (BBD, 19 Agustus 1959). Bank Pembangunan Industri (BPI,
1960), Bank Dagang Negara (BDN, 2 April 1960), Bank Export-Import Indonesia
(Bank Exim) yang dinasionalisasikan pada 30 Nopember 1960. Pada tahun-tahun
berikutnya sampai sekarang, dunia perbankan tumbuh seperti jamur di musim
hujan.
Secara garis besar, dunia perbankan di Indonesia didominasi oleh bank-bank yang menjadi Badan Usaha Milik Negara/BUMN (misalnya BNI 1946, BRI, BDN) dan bank-bank milik swasta. Untuk yang pertama, jumlahnya tidak terlalu banyak. Tetapi untuk yang kedua, ia terbagi ke dalam tiga kategori; yaitu swasta asli Indonesia (misalnya Bank Susila Bakti, Bank Arta Pusara, Bank Umum Majapahit), swasta merger bank luar (misalnya Lippo Bank, BCA, Bank Summa), dan bank luar tulen (misalnya Chase Manhattan, Deutsche Bank, Hongkong Bank, Bank of America).
Untuk melihat perkembangan perbankan di Indonesia, saat ini telah dibangun sejumlah 2652 bank (tidak termasuk BRI dan BRI Unit Desanya). Menurut standard Amerika ditilik dari jumlah penduduk Indonesia, maka negeri ini masih memerlukan 7800 bank lagi.
Secara garis besar, dunia perbankan di Indonesia didominasi oleh bank-bank yang menjadi Badan Usaha Milik Negara/BUMN (misalnya BNI 1946, BRI, BDN) dan bank-bank milik swasta. Untuk yang pertama, jumlahnya tidak terlalu banyak. Tetapi untuk yang kedua, ia terbagi ke dalam tiga kategori; yaitu swasta asli Indonesia (misalnya Bank Susila Bakti, Bank Arta Pusara, Bank Umum Majapahit), swasta merger bank luar (misalnya Lippo Bank, BCA, Bank Summa), dan bank luar tulen (misalnya Chase Manhattan, Deutsche Bank, Hongkong Bank, Bank of America).
Untuk melihat perkembangan perbankan di Indonesia, saat ini telah dibangun sejumlah 2652 bank (tidak termasuk BRI dan BRI Unit Desanya). Menurut standard Amerika ditilik dari jumlah penduduk Indonesia, maka negeri ini masih memerlukan 7800 bank lagi.
E. Dampak Riba dan Bunga
Bank
Sistem
bunga bank dan riba di Indonesia menyebabkan berbagai masalah seperti di bawah
ini:
1.
Bagi jiwa manusia, hal ini akan menimbulkan
perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri sendiri. Riba
ini menghilangkan jiwa kasih sayang, dan rasa kemanusiaan dan sosial. Lebih
mementingkan diri sendiri daripada orang lain
2.
Bagi masyarakat, dalam kehidupan masyarakat hal
ini akan menimbulkan kasta kasta yang saling bermusuhan. Sehingga membuat
keadaan tidak aman dan tentram. Bukannya kasih sayang dan cinta persaudaraan
yang timbul akan tetapi permusuhan dan pertengkaran yang akan tercipta
dimasyarakat 15
3.
Bagi roda pergerakan ekonomi, dampak sistem
ekonomi ribawi tersebut sangat membahayakan perekonomian.
a)
Sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan
krisis ekonomi di mana-mana sepanjang sejarah, sejak tahun 1929, 1930, 1940an,
1950an, 1970an. 1980an, 1990an, 1997 dan sampai saat ini.
b)
di bawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan
pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstant, sehingga
yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.
c)
Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi,
produksi dan terciptanya pengangguran.
d) Teori ekonomi juga
mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan menimbulkan inflasi.
e)
Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan
negara-negara berkembang kepada debt trap (jebakan hutang) yang dalam,
sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi bersama
pokoknya.
BAB III
KESIMPULAN
Sudah jelaslah bagiamana
riba itu dilarang dengan tahapan tahapan yang sama dengan pengharaman arak.
Dari uraian diatas dapat penulis ambil kesimpulan bahwa:
1. Riba dengan
kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan, yang disyaratkan bagi
salah seorang dari kedua belah pihak yang membuat akad/transaksi sedangkan
Bunga adalah sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah
tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau prosentase modal yang
bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal.
2. Dalam pandangan Islam
bahwa antara riba dan bunga bank adalah sama. Mengapa demikian, dikarenakan
secara riil operasional di perbankan konvensional, bunga yang dibayarkan oleh
nasabah peminjam kepada pihak atas pinjaman yang dilakukan jelas merupakan
tambahan. Karena nasabah melakukan transaksi dengan pihak bank berupa pinjam
meminjam berupa uang tunai. Dalam pandangan Islam bahwa hukum antara riba dan
bunga bank adalah haram. Karena hukum asal riba adalah haram baik itu dalam
Al-Qur’an, Hadis, dan Ijtihad. Seluruh ummat Islam wajib untuk meninggalkannya,
serta menjauhinya yakni dengan cara bertaqwa kepada Allah.
3. Dampak akan bahayanya
riba (bunga bank) terhadap kehidupan manusia meliputi hal ini akan menimbulkan
perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri sendiri, menimbulkan
kasta kasta yang saling bermusuhan, dan menyebabkan manusia dalam dua golongan
besar yaitu orang miskin sebagai pihak yang tertindas dan orang kaya sebagai
pihak yang menindas.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Saeed. (2003). Bank
Islam Dan Bunga. Jakarta : Pustaka pelajar. 2003
Departemen Agama RI. (2003). Al Qur’an dan Terjemahnya. Bandung:
CV. Diponegoro.
Masyhur , Kahar. (1999). Beberapa Pendapat Menegenai Riba. Jakarta:
Kalam Mulia.
Rasjid, Sulaiman. (2002). Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Mujahidin, Muhamad. (2012).
Riba dan Bunga Bank dalam Pandangan Islam. http://cerdasinspirasiku.blogspot.com/2012/04/riba-dan-bunga-bank-dalam-pandangan.html.
Diakses Tanggal 25 Mei 2012.
Wahid,
Ramli Abdul. (2010). Hukum Bunga dalam Pandangan Islam. http://ramliaw.wordpress.com/2010/09/26/hukum-bunga-bank-dalam-pandangan-islam/.
Diakses Tanggal 25 Mei 2012.
No comments:
Post a Comment